BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu wujud replikasi dari Undang – Undang No 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintah Daerah yang menyangkut ikatan antara lembaga legislatif
serta lembaga eksekutif di daerah yang
peluangnya jadi sangat dinamis. Undang - Undang No 23 Tahun 2014 tentang
pemerintah daerah membagikan tempat yang berbeda antara lembaga legislatif
serta lembaga eksekutif. Di dalam pasal 24 ayat ( 1 ) dinyatakan tiap daerah di
pandu oleh kepala pemerintah daerah yang di ucap kepala daerah. Pada pasal 40
dinyatakan DPRD ialah lembaga perwakilan rakyat daerah serta berkedudukan
bagaikan faktor penyelenggara pemerintahan daerah.
Undang - Undang No 23 Tahun 2014 Tentang pemerintahan
daerah pula membagikan penegasan kalau guna pemerintah daerah bagaikan badan
eksekutif serta DPRD bagaikan badan
legislatif daerah. Ketegasan berkaitan dengan guna kedua lembaga ini berikan
khasiat untuk proses demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Ketegasan ini pula membolehkan terbentuknya “check and balance “ mengarah
tercapainya tata pemerintahan yang yang baik (good governance), ialah
pemerintahan yang pertisipatif, adil, transparan serta akuntabel.
Sebagai penyelenggara pemerintah daerah, pemerintah
daerah serta DPRD memiliki kewenangan buat mengendalikan serta mengurus
kepentingan warga setempa. Dalam melakukan kewenangan buat mengendalikan,
pemerintah daerah serta DPRD butuh merumuskan kebijakan publik.bersumber pada
undang - undang, proses formulasi kebijakan dicoba oleh pemerintah daerah serta
DPRD. Dalam Proses formulasi publik hendak terjalin interaksi antara institusi
penyelenggara pemerintah daerah.
Interaksi antar
lembaga legislatif ( DPRD ) dengan lembaga eksekutif ( Pemerintah Daerah )
dalam formulasi kebijakan mempertemukan kepentingan tiap - tiap lembaga yang
berlangsung sejauh proses formulasi serta penerapan kebijakan publik. Mekanisme
interaksi intensif inilah yang menimbulkan peluang - peluang buat silih
mengakodomasi kepentingan tiap - tiap lembaga jadi lebih gampang terjalin.
Aspek yang sangat berarti dalam penataan suatu kebijakan ialah isu - isu yang
lauak dikira bagaikan permasalahan, ataupun gimana isu diformulasikan, gimana
didefinisikan dengan baik inti dari suatu permasalahan, nilai - nilai serta
etika apa yang menyertai tujuan, target serta metode penyelesaiannya.
Perumusan suatu
kebijakan publik sering dinyatakan dengan kata ataupun sebutan yang berbeda -
beda. Proses penataan kebijakan ialah satu rangkai kegiatan yang tidak
terpisahkan dari suatu proses kebijakan, maksudnya suatu kegiatan yang berlaku
secara simultan. Dalam proses penataan kebijakan ada proses tawar menawar
(bergaining) yang terjalin antara lembaga pembuat kebijakan dengan memakai
kekuasaan serta kewenangan dilaksanakan bukan buat mencapai kepentingan
(interest) serta kekuasaan (powert) itu sendiri.
Sebagai faktor penyelenggara pemerintah daerah hingga peran DPRD merupakan
sejajar serta ialah mitra kepala daerah dengan fungsi masing – masing. DPRD
lebih banyak melaksanakan fungsi membuat kebijakan berbentuk peraturan daerah.
Sebaliknya kepala daerah lebih banyak melaksankan guna melakukan kebikalan yang
sudah diresmikan oleh DPRD. Ulasan tentang kebijakan pemerintah tidak bisa
dilepaskan dari peranan pemerintah. Oleh sebab itu dalam pembuatan kebijakan
publik di Kabupaten Sinjai di warnai interaksi antara 2 lembaga ialah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaga Legislatif) dengan Pemerintah Daerah (Lembaga
Eksekutif). Interaksi DPRD dalam membentuk perda tentang APBD bersama dengan
Kepala Daerah, dan melakukan pengawasan terhadap penerapan perda serta
peraturan perundang – undangan yang lain.
Buat menegenali lebih mendalam interaksi DPRD dengan Pemerintah Daerah
dalam perumusan kebijakan publik hingga riset yang hendak dicoba dengan
pertimbangan objektif dengan judul “
Interaksi Dewan Prwakilan Rakyat Daerah dengan Pemerintah Daerah dalam
Formulasi Kebijakan di Kabupaten Sinjai ”
B. Rumusan Masalah
Untuk memfokuskan pembahasan dalam
penelitian maka permasalahan akan dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana
interaksi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan Pemerintah Daerah dalam formulasi kebijakan Peraturan
Daerah di Kabupaten Sinjai?
C. Fokus Masalah
Penelitian ini fokus masalah hanya pada interaksi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Pemerintah Daerah dalam formulasi
kebijakan Peraturan Daerah di Kabupaten Sinjai, dengan indikator membentuk Perda yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk
mendapat persetujuan bersama;Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang
APBD bersama dengan Kepala Daerah; Melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan
Kepala Daerah, APBD, kebijakan pemerintahan daerah dalam melaksanakan program
pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah.
D. Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian:
Untuk menjelaskan interaksi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sinjai dalam memformulasikan
kebijakan daerah.
2. Kegunaan Penelitian:
a. Hasil penelitian diharapkan menambah
khasanah ilmu pengetahuan khususnya bagi perkembangan ilmu administrasi negara
di lingkungan Universitas Muhammadiyah Sinjai.
b. Hasil Penelitian di harapkan sebagai masukan bagi pemerintah dalam pengembalian keputusan dengan mitra kerja.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Interaksi DPRD dan Pemerintah Daerah
Dinamika
politik lokal yang tumbuh pasca pelaksanaan sistem desentralisasi mempunyai
ciri tertentu cocok dengan keadaan daerah. Dinamika ini juga nampak dalam wujud
interaksi antara Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah serta Pemerintah Daerah bagaikan bentuk dari fungsi mengendalikan (
Policy Formulation) serta guna mengurus ( Policy Implementation) yang dimilki
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemerinta Daerah. Interaksi kedua
lembaga penyelenggara pemerintah daerah tersebut jadi salah satu aspek yang
menetukan keberhasilan pelaksanaan pemerintahan daerah, meski sesungguhnya
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak cuma ditetapkan oleh proses interaksi
antara DPRD serta pemerintah daerah namun pasti pula ditetapkan oleh interaksi
dengan institusi pusat ataupun pemerintah provinsi.
Iah
disebutkan hingga dikenal kalau interaksi merupakan ikatan yang terjalin antar
dua orang, kelompok serta lembaga yang berbicara lewat simbol pada waku
tertentu sebab terdapatnya tujuan yang hendak dicapai. Interaksi bisa terjalin
antara orang perorangan, kelompok serta lembaga.
Dengan
demikian interksi yang terjalin antara Dewan perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Sinjai dengan Pemerintah Daerah ialah wujud interaksi antara lembaga karena
melibatkan dua lembaga ialah eksekutif serta legislatif.
Pelaksanaan
sistem desentralisasi dalam pemerintahan daerah sudah membentuk dinamika
politik lokal uang mempunyai karakteristik tertentu cocok dengan keadaan
wilayah. Dinamika ini pula terlihat dalam wujud interaksi antara DPRD serta
Pemerintah Daerah bagaikan bentuk dari guna mengendalikan ( policy Formulation)
serta guna mengurus (Policy Implamentation) yang dimiliki oleh DPRD serta
Pemerintah Daerah interaksi kedua lembaga penyelenggaraan pemerintah daerah
jadi salah satu aspek yang memastikan keberhasilan penerapan pemerintah daerah,
meski sesungguhnya dalam penyelenggaraan pemerintah daerah tidak cuma
ditetapkan oleh proses interaksi antara DPRD serta Pemerintah Daerah, namun
pasti pula penyebabnya interaksi dengan institusi pusan ataupun pemerintah provinsi.
Berbicara
mengenai interaksi pasti yang tergambar merupakan komunikasi, spesialnya antar
organisasi. Pengkajian terhadap komunikasi organisasi mempunyai makna berarti
mengingat kalau komunikasi organisasi ialah suatu disiplin riset yang bisa
mengambil beberapa arah yang legal serta
berguna. Dalam makna pengkajian hendak membagikan khasiat tidak Cuma untuk
siapa saja yang mau menguasai prilaku organisasi secara lebih baik, namun pula
mempunyai aspek pragmatis untk orang - orang yang mau memperbaiki kinerjanya
bagaikan partisipan/anggota suatu organisasi. Riset komunikasi organisasi bisa
membagikan landasan yang kokoh untuk karier dalam manajemen, pengembangan
sumber energi manusia, serta komunikasi industri, dan tugas – tugas yang lain
yang berorientasikan kepada manusia dalam organisasi (Pace dan Faules, Deddy
Mulyana, dalam salmaniah Siregar, 2012).
Terkait dengan
judul dalam riset ini mengenai interaksi DPRD serta Kepala Daerah dalam
perumusan kebijakan, hingga penulis mengambil sebagian fungsi dari DPRD
Kabupaten Sinjai bagaikan penanda, ada pula penanda yang diartikan ialah :
1.
Membentuk
Peraturan Daerah yang dibahs dengan Kepala Daerah untuk mendapat Persetujuan
Bersama
Rancangan
peraturan daerah harus di bahas bersma antara DPRD serta Pemerintah Daerah
sesuai mekanisme yang berlaku. Maka menjadi sangan penting melakukan upaya
peningkatan pemahaman mengenai perancangan pemebentukan peraturan daerah di
kalangan lembaga yang berwenang membuat peraturan daerah. Selain itu, juga
untuk menghasilkan produk hukum yang baik berdasarkan aturan yang ada sehingga
tidak ada peraturan daerah yang dibatalkan karena tidak sesuai dengan Undang –
Undang No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang – undangan.
2.
Membahas dan
menyetujui Rancangan Perda mengenai APBD bersama dengan Kepala Daerah
APBD merupakan rencana keuangan tahunan
yang disusun oleh Pemerintah Daerah kemudian dibahas dan disetujui secara
bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan
selanjutnya ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
3.
Melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan Pertauran Perundang -
Undangan lainnya, Peraturan Kepala Daerah, APBD, Kebijakan Pemerintahan dalam
melaksanakan Program Pembangunan Daerah dan Kerja sama Internasional Daerah.
Bentuk pengawan yang dilakukan
oleh DPRD adalah pengawasan politik, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
lembaga legislatif (DPRD) terhadap lembaga eksekutif (Keapal Daerah, Wakil
Kepala Daerah serta Perangkat Daerah) yang lebih bersifat kebijakan stratehis
dan bukan pengawasan tekhnis maupun administratif, sebab DPRD adalah lembaga
politik serta penggunaan anggaran yang pernah dialokasikan disalah gunakan
untuk hal - hal yang merugikan rakyat dan negara.
Komunikasi organisasi sering
pula diartikan sebagai perilaku pengorganisasian (Organizing Behavior) yakni
bagaimana seorang bawahan terlibat dalam proses berintereksi dan diberikan makna
atas apa yang seang terjadi.Karena itu ketika organisasi dianggap sekedarsekumpulan
orang yang berinteraksi maka kemonikasi hanya berfungsi sebagai organisasi; dia
adalah oerganisasi itu sendiri. Jadi komunikasi organisasi akan berpusat pada
simbol – simbol yang memungkinkan kehidupan organisasi, maka kata – kata,
gagasan – gagasan dan konstruk yang mendorong mengesahkan, mengkoordinasikan,
dan mewujudkan aktifitas yang terorganisir dalam situsai spesifik (Barry Cusway
and Dere Logde, dalam Salmaniah Siregar, 2012).
B. Pengertian Kebijakan
Kebijakan
adalah suatu uacapan atau ulisan yang memberikan petunjuk umum tentang
penetapan ruangan lingkup yang memberi batas dan arah umum kepada seseorang
untuk bergerak. Secara etimologis, kebijakan dalah terjemahan dari kata policy.
Kebijakan dapat juga berarti sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi
garis pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.Kebijakan
dapat berbentuk keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati – hati oleh
pengambil keputusan puncak dan bukan kegiatan – kegiatan berulang yang rutin
dan terprogram atau yang terkait dengan aturan – aturan keputusan.
Kebijakan
menurut Budiardjo
(1988:6): kebijakan adalah sekumpulan keputusan yang diambil oleh seorang
pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara
untuk mencapai tujuan tersebut. sedangkan menurut Mustopadidjaja(2003 : 18): Kebijakan adalah
keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan
tertentu sebagai keputusan atau untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan
ketentuan – ketentuan yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam (1).
Pengambilan keputusan lebih lanjut yang harus dilakukan baik kelompok sasaran
ataupun (unit) organisasi pelaksana kebijakan, (2) Penerapan atau pelaksanaan dari
suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam hubungan dengan (unit)
organisasi pelaksana maupun dengankelompok sasaran yang dimaksudkan.
Dari pengertian tentang kebijakan pemerintah yang dikemukakan para ahli
diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kebijakan
pemerintah dalam penelitian ini adalah suatu lingkup kegiatan yang ditetapkan
oleh pemerintah atau aktor pejabak pemerintah yang dilaksanakan oleh pemerintah
atau kelompak lain untuk mencapai tujuan tertentu.
C. Proses Formulasi Kebijakan Publik
Menurut
rahmat sebagaimana yang dikutip dalam Madani (2010:4), masalah kebijakan (Policy Probem) ialah masalah publik yang menyangkut
kepentingan orang banyak. Masalah
kebijakan dapat berupa masalah tidak strategis dan masalah strategis.Adapun proses formulasi kebijakan menurut Rahmat
sebagaimana yang di kutip dalam madani (2010 : 5) adalah :
1. Perumusan masalah (problem formulation)
Perumusn
Kebijakan akan selalu di awali dengan rangkaian proses kegiatan yang berkaitan
dan berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Kegiatan tersebut terdiri dari
kegiatan penyusuanan agenda formulasi kebijakan ( Wiliam Dunn, dikutip dalam
Madani, 2010 : 6)
2.
Proses
penyusunan agenda (agenda setting)
Agenda setting merupakan proses
yang terdiri dari rangkaian kegiatan dan strategis dimana isu tertentu menjadi
fokus perhatian bagi masyarakat. Agenda setting ialah suatu kegiatan politik
yang arahnya pada perpindahan isu tertentu kepada tingkat kebijakan yang lebih tinggi,
sehingga defenisi dari permasalahan tersebut memainkan peranan penting yang
disebut sebagai play a critical role dalam
menetapkan permasalahan tertentu bagi agenda kebijakan publik (Portz, 1996:32)
Agenda isu dalam catatan perkara dimana aktor pemerintahan serta
non pemerintahan membagikan atensi yang sungguh - sungguh pada titik tertentu.
Sebab itu penataan suatu agenda berarti mempersempit perangkat isu yang akan
diberikan perhatian atau di fokuskan oleh aktor kebijakan. Menurut Cobb dan
Elder dalam Madani (2010:5), agenda bisa di klarifikasi ke dalam dua jenis.
Pertama, agenda yang bersifat sistematis, jenis agenda ini mencangkup seluruh
isu yang biasanya diakui serta menemukan atensi publik serta tercantum perkara
yamg ,asuk didalam jurisdiksi legitimasi pemerintah. Kedua, agenda
institusioanal ialah mencangkup segala isu – isu dimana pembuat keputusan yang
memanglah mempunyai kewenangan eksflisit, altif serta sungguh – sungguh
memikirkan suatu isu buat diagendakan. Agenda institusional kurang astrak serta
agak kecil dalam ruang lingkup dibanding dengan agenda sistematik.
3. Konsep Penyusunan Agenda
Agenda setting pada dasarnya
merupakan perkenaan dengan identifikasi suatu isu publik yang pada sisi
pemerintah harus dilaksanakan dan merumuskan proses pencegahan dan pemcehannya.
Defenisi agenda setting bagaikan suatu proses yang tuntutannya dari bermacam
kelompok masyarakat tertentu ditraslasi masuk ke dalam bermacam item serta bagian-bagian
yang silih bersaing dan bersinggungan satu sama lain untuk difokuskan serta
dicarikan pemecahan secara sungguh - sungguh oleh pemerintah (Cobb Ross,
1975:37).
4.
Aktor
dalam proses perumusan masalah kebijakan
Menurut Holwett dan Rames (Madani, 1995:51) menggambarkan
pembahasan tentang kebijakan publik, aktor memiliki posisi yang amat strategis bersama-sama dengan aspek kelembagaan (institusi) kebijakan itu sendiri,
interaksi aktor sertakelembagaan inilah
yang setelah itu memastikan proses ekspedisi dan strategis yang dilakukan oleh komunitas kebijakan
dalam arti yang lebih luas. pada prinsipnya aktor kebijakan merupakan mereka senantiasa
dan wajib ikut serta dalamtiap proses analisis kebijakan publik, baik berperan sebagai perumus atau kolompok
penekan yang tetap aktif sertaproaktif
didalam melakukan interaksi didalam konteks analisis kebijakan publik (Madani,
2010 : 6 ).
Formulasi kebijakan
merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan suatu proses yang
berkesinambungan.Sedangkan kebijkan menurut Syafiie (1999 : 105) istilah
kebijakan (policy) hendaknya dibedakan dengan
istilah “Kebijaksanaan” (wisdom) karena kebijakan merupakan
pengejewantahan aturan yang sudah ditetapkan sesuai situasi dan kondisi
setempat oleh person pejabat yang berwenang.
Menurut Anderson,
(1978) seperti yang dikutip dalam Wahab (2002 : 2) bahwa kebijakan (Polecy)
adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tentunya diikuti dan
dilaksanakan oleh seseorang atau sekelompok pelaku guna memecahkan
suatu masalah tertentu. Dengan demikian kebijakan merupakan aksi yang
berdasarkan atas konsep yang telah disepakati bersama.
Sedangkan formulasi
kebijakan menurut Lindblomsebagaimana yang
dikutip dalam Solichin Abdul Wahab (1997:16) mendefinisikan formulasi kebijakan
publik ( public policy making ) sebagai
berikut : “An extremely complex,
analytical and political process to whichthere is no beginning or end the
boundaries of whichare most uncertain. Somehow a complex set fo forcesthat we
call policy-making all taken together, produces effect called policies”.
Artinya “merupakan proses politik yang amat
kompleks dan analisis dimana tidak mengenal saat dimulai dan diakhirinya dan
batas dari proses itu sesungguhnya yang paling tidak pasti, serangkaian
kekuatan yang agak kompleks itu kita sebut sebagai pembuatan kebijakan publik,
itulah yang kemudian membuahkan hasil yang disebut kebijakan”. Berdasarkan
pendapat ini diketahui bahwa formulasi kebijakan adalah proses politik yang
sedang berjalan berdasarkan analisis yang tidak mengenal awqal dan akhir.
Dengan demikian formulasi kebijakan berjalan terus menerus sampai menghasilkan
sebuah kebijakan publik (Public Policy).
Selanjutnya menurut Udoji
yang dikutip dalam Solichin Abdul Wahab (1997:17) merumuskan formulasi kebijakan ini sebagai berikut : “The
whole process of articulating and defining problems, formulating
possiblesolution into political demands,
chanelling thosedemands into political system, seeking sanction or legitimation of the preferred course of action,
legitimationand implementation, monitoring and review (feedback)”.
Artinya “keseluruhan proses yang menyangkut
pengartikulasian dan pendefinisian masalah, perumusan kemungkinan-kemungkinan
pemecahan masalah dalam bentuk tuntutan-tuntutan politik, pengaturan tuntutan-tuntutan
tersebut ke dalam sistem politik, pengupayaan pemberian sanksi-sanksi atau legitimasi dari arah
tindakan yang dipilih pengesahan dan pelaksanaan atauimplementasi, monitoring
dan peninjauan kembali (umpan balik)”. Pendapat Udoji ini melengkapai bahwa
dalam memformulasi kebijkan untuk mengartikulasikan dan memberikan pembatasan
terhadap suatu masalah.masalah tersebut tentunya maerupakan masalah umum yan
terjadi dimasyarakat sehingga dibutuhkan sebuah regulasi atau aturan untuk memecahkan masalahnya.
D. Dawan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah
1. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 12 Tahun 2018
Tentang Pedoman penataan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Derah Provinsi,
Kabupaten, serta Kota, mengatakan kalau Tata Tertib DPRD merupakan pertauran
yang diresmikan oleh DPRD yang berlaku di area internal DPRD Provinsi serta
Kabupaten/Kota.
Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No 12 Tahun 2018 muat Pedoman Peraturan untuk DPRD dalam penataan
peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD yang meliputi fungsi, tugas, serta
wewenang DPRD, keanggotaan DPRD, perlengkapan kelengkapan DPRD, rencana keda
DPRD, penerapan hak DPRD, serta Anggota DPRD, sidang serta rapat DPRD,
pengambilan keputusan, pemberhentian antar waktu, serta pemberhentian, Fraksi
Kode Etik, konsultasi, serta pelayanan atas pengaduan serta aspirasi
masyarakat.
Tata tertib yang termuat dalam peraturan DPRD Kabupaten
Sinjai No Tahun 2018 tentang Tata Tertib terdiri dari :
a. Lapisan dan kedudukan
DPRD terdiri atas Anggota Partai Politik Partisipan Pemilihan Universal
yang diseleksi melalui pemilihan universal. DPRD ialah lembaga Perwakilan
Rakyat Daerah yang berkedudukan bagaikan fakto penyelenggara pemerintahan
daerah bersama dengan Pemerintah Daerah. DPRD berkedudukan setara dan mempunyai
iakatan kerja yang bertabiat kemitraan sejajar dengan Pemerintah Daerah.
Anggota DPRD merupakan pejabat daerah Kabupaten.
b. Fungsi, Tugas serta Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
DPRD mempunyai tugas serta kewenangan buat membentuk
peratran daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah buat menemukan persetujuan
bersama dan pembahasan serta menyetujui rancangan peraturan daerah tentang APBD
bersama kepala daerah. DPRD merupakanlembaga perwakilan rakyat yang terletak di
wilayah ialah tempat buat melakukan demokrasi bersumber pada pancasila. DPRD
bagaikan tubuh legislatif daerah dan ialah faktor dari pemerintah daerah.
Adapun pula tugas kewenangan DPRD kabupataen yaitu :
1)
Membentuk peraturan
daerah dibahas dengan kepala daerah buat menemukan persetujuan bersama.
2)
Mengulas serta
menyetujui rancangan peraturan daerah tentang APBD bersama Kepala Daerah.
3)
Melakukan
pengawasan terhadap penerapan peraturan daerah dalam perundang – undangan yang
lain, pertauran kepala daerah,APBD, kebijakan pemerintahan daerah dalam
melakukan program pembangunan daerah dan kerja sama internasional di daerah.
4)
Mengusulkan
pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah atau wakil kepala daerah kepada
presiden melalui menteri dalam negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada menteri
dalam negeri bagi DPRD Kabupaten.
5)
Memili wakil kepala
daerah dalam perihal tarjain kekosongan jabatan wakil kepala daerah.
6)
Memberikan pendapat
serta pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian
internsional di daerah.
7)
Membagiakan
persetujuan terhadap kerjasama internasional yang dicoba oleh pemerintah
daerah.
8)
Memohon laporan
penjelasan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintah
daerah.
9)
Membentuk panitia
pengawas pemilihan kepala daerah
10) Melaksanakan pengawasan serta memohon laporan KPUD dalam
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
11) Membagikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar
daerah serta dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat serta daerah.
12) DPRD melakukan tugas serta wewenang lain yang diatur
dalam peraturan perundang - undangan. DPRD pula mempunyai sebagian hak ialah
a) Interpelasi
b) Angket
c) Menyatakan pendapat
Sebaliknya anggota DPRD mempunyai hak ialah :
a) Mengajukan rancangan perda
b) Mengajukan pertanyaan
c) Menyampaikan usul da pendapat
d) Memilih dan dipilih
e) Membela diri
f) Imunitas
g) Protokoler
h) Keuangan dan administratif
2.
Tugas
Pemerintah Daerah Dalam Formulasi Kebijakan Publik
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, di paparkan kalau dengan
melakukan tugas kepala daerah mempunyai sebagian kewenangan. Tetapi kewenangan
dan tugas dilarang dilaksankan bila kepala daerah lagi menempuh masa tahanan,
tugas serta wewenangan dilaksanakan oleh wakil kepala daerah. Apabila kepala
daerah menempuh masa tahanan ataupun berhalangan sedangkan serta tidak terdapat
wakil kepala daerah, sekretaris daerah melakukan tugas tiap hari kepala daerah. Berikut kewenangan
Kepala Daerah :
a. Mengajukan rancangan Perda
b. Menetapkan Perda yang telah mendapat
persetujuan bersama DPRD;
c. Menetapkan Perkada dan keputusan
kepala daerah;
d. Mengambil tindakan tertentu dalam
keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;
e. Melaksanakan wewenang lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.
Kemitraan
DPRD dan Pemerintah Daerah
Menurut
Mambu (2012:100-101) dalamperannya
sebagai lembaga Perwakilan Rakyat Daerah, DPRD berkedudukan sebagai faktor
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemerintahan Daerah ialah penerapan fingsi
pemerintahan daerah yang dicoba oleh lembaga pemerintahan daerah ialah
pemerintahan daerah serta DPRD. Ikatan antara pemerintah daerah serta DPRD
ialah ikatan kkerja yang perannya setara dan bertabiat kemitraan, maksudnya
tidak silih membawahi.
Menurut
J. Kaloh (2007:7-8). Setidak-tidaknya terdapattigawujud
hubungan antara Pemerintah Daerah dengan DPRD:
a. Wujud komunikasi serta ubah mngubah
data;
b. Wujud kerjasama atas
beberapa subyek, program, permasalahn
serta pengembangan regulasi;
c. Klarifikasi
atas bermacam kasus.
Bagi
Sadu (2009), terdapat sebgian prinsip dasar
dalam ikatan kerja natara Kepala Daerah serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Prinsip dasar tersebut dasar tersebuat ialah kalau kebijakan menimpah keungan,
organisasi, benda serta tata ruang wajib dibicarakan antara kepala daerah serta
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang secara nyata terjalin dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah, ialah :
a. Penataan kebijakan Daerah;
b. Penataan Anggaran Pemasukan serta Belanja Daerah;
c. Kebijakan
strategis kepegawaian;
d. Kebijakan
strategis pengelolaan benda;
e. Laporan Penjelasan Petanggungjawaban;
f. Kebijakan Pengawasan penerapan peraturan perundang –
undangan serta anggaran.
E. Kerangka Fikir
Penyusunan kebijakan daerah
dalam wujud peraturan daerah merujuk pada Undang - Undang No 12 Tahun 2011
tentag pembuatan peraturan Perundang - undangan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) bagaikan wakil rakyat sepatutnya sebagai sumber inisiatif, ilham, serta
konsep yang menimpah bermacam peraturan daerah sebab merekalah yang sepatutnya
mengenali secara pas kebutuhan serta kemauan warga (hak inisiatif).
Ada pula interaksi DPRD serta kepala daerah kabupaten sinjai ialah membentuk peraturan daerah yang dibahas bersama kepala daerah buat menemukan persetujuan bersama, mengulas serta menyetujui rancangan peraturan daerah tentang APBD bersama dengan kepala daerah, melaksanakan pengawasan terhadap penerapan peraturan daerah serta peraturan perundang - undangan yang lain, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintahan daerah dalam melakukan program pembangunan wilayah, serta kerja sama internasional di daerah.
a. Membentuk
peraturan daerah di bahas dengan kepala daerah buat menemukan persetujuan
bersama. b. Mengulas serta
menyetujui rancangan peraturan daerah tentang APBD bersama dengan kepala
daerah. c. Melakukan
pengawasan terhadap penerapan peraturan daerah serta peraturan perundan -
undangan yang lain, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintahan
daerah dalam melakukan program
pembangunan daerah serta kerja sama internasional di daerah |
F.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Jadwal
Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kantor Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan Kantor Bupati Kabupaten Sinjai. Penelitian dilakukan mulai tanggal 13 Mei sampai 26 Juni 2019
B. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
penulis gunakan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui dua cara yang
disesuaikan dengan informasi yang diinginkan, cara yang akan digunakan dalam
pengumpulan data yakni sebagai berikut:
1.
Wawancara
Teknik wawancara dilakukan terhadap informan atau
narasumber penelitian dengan maksud untuk menghimpun data atau informasi berupa
kata-kata atau kalimat dari orang-orang atau kelompok orang dalam satu
organisasi yakni DRPD Kabupaten Sinjai serta Pemerintah Daerah Kabupaten Sinjai.
2.
Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah teknik dalam pengumpulan data yang berupa dokumen atau arsip tertulis berupa gambar, foto-foto, catatan harian, jurnal dan teori yang dapat mendukung dan menguatkan data hasil wawancara.
C. Informan Penelitian
Narasumber
atau informan dalam penelitian ini adalah :
1. Ketua
dan Wakil Ketua DPRD
Sinjai
2. Ketua
Komisi III di DPRD Sinjai
3. Ketua
Balegda DPRD Sinjai
4. Anggota
Badan Musyawarah DPRD Sinjai
5. Bagian
Hukum Pemerintah Daerah Kabupaten Sinjai
D.
Teknik Analisis Data
Mentode analisis data yang penulis gunakan adalah model
analisis interaktif dengan model trianggulasi yang dikembangkan oleh Miles dan
Hubarman (dalam Moleong, 2007:17), adapun metode tersebut, ialah:
1.
Reduksi Data
Hasil penelitian yang dilakukan di lapangan sebagai bahan
mentah kemudian di rangkum lalu direduksi. Reduksi merupakan pemilihan data
hasil penelitian yang telah direduksi kemudian masing-masing di susun secara tersendiri
agar lebih tersusun secara lengkap untuk bisa lebih dipahami dalam mencari
kembali data yang didapatkan apabila diperlukan
2.
Sajian Data
Sajian data merupakan kumpulan informasi yang tersusun
yang ada kaitannya dengan penelitian untuk bisa dilakukan penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan (Miles, 1992:17). Sajian data ini membantu peneliti
untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian tertentu dari hasil penelitian.
3.
Penarikan
Kesimpulan
Data yang didapatkan melalui hasil wawancara, diteliti lalu penelitian mencari makna hasil peneltian. Peneliti mencari pola-pola yang ada hubungannya dengan penelitian serta hal-hal yang sering timbul dari hasil penelitian yang bisa untuk ditarik kesimpulannya. Dalam melakukan penarikan kesimpulan didasarkan pada reduksi data serta sajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diambil dari penelitian.
Skema ini menunjukkan bahwa
kegiataan analisis data yang dilakukan penulis adalah kegiatan yang dilakukan
secara berulang–ulang untuk menghasilkan data yang valid.Selanjutnya data
tersebut akan dipaparkan dalam bentuk narasi pada bab IVyaitu pembahasan hasil
penelitian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar