Selasa, 06 April 2021

IMPLEMENTASI SISTEM PENGELOLAAN ASET DESA (SIPADES) PADA KANTOR DESA TONGKE-TONGKE KECAMATAN SINJAI TIMUR

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah

Pemerintah Kabupaten Sinjai mengeluarkan Perbup Sinjai No. 35 tahun 2017 yang mengatur tentang Pengelolaan Aset Desa berdasarkan Permendagri No. 1 tahun 2016 mengenai Pengelolaan Aset Desa. Sehingga dalam upaya pengelolaan aset desa yang bisa dilaksanaka berrdasarkan fungsional, transparansi, terbuka, akuntabel, efisien serta memenuhi kepastian akan nilai, maka peraturan yang telah disebutkan tersebut menjadi pedoman dalam pengelolaan aset desa. Disebutkan pula pada Perbup Sinjai tersebut bahwa pengelolaan pada aset desa merupakan aktivitas dalam melakukan perencanaan, pengadaaan, penggunaaan, pemanfatan, pengamanan, pemeliharaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

Salah satu desa yang menyimpa begitu banyak potensi yang belum terkelola denga nbaik yaitu Desa Tongke-Tongke yang terleka di Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai dimana desa ini adalah desa yang baru terbentuk pada tahun 2003 dimana sebelumnya desa ini berada pada wilayah Kelurahan Samataring Kecamatan Sinjai Timur.

Pemerintah Desa merupakan simbol formal daripada kesatuan masyarakat desa. Pemerintah Desa di bawah pimpinan kepala desa berserta para perangkat desa, mewakili masyarakat guna hubungan keluar maupun di dalam masyarakat yang bersangkutan.

Memahami tentang pemerintah desa dalam hal ini adalah pemerintah desa memliki tugas untuk mengatur kepentingan mesyarakatnya sesuai dengan kondisi dan sosial budaya setempat maka desa memiliki otonomi yang asli. Sehingga Kepala Desa selaku pemimpin di desa memiliki tugas untuk menyelenggarakan pemerintah, melakukan pembagunan desa dan membina masyarakat serta melakukan pemberdayaan masyarakat.

Aset desa adalah salah satu hasil kekayaan yang asalnya dari desa yang wajib dikelola serta dikembangkan kehadirannya. Pemerintah desa khususnya merupaka elemen yang memiliki tanggung jawab sehingga dari desa perlu memiliki pemasukan dan aset desa karena tanpa ditunjang oleh unsur-unsur tersebut, pemerintah desa akan mendapatkan hambatan dalam menjalakan roda pemerintahan desa. Pemerintah khususnya pemerintah desa memiliki kekayaan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahannya hal ini disebutkan pada UU RI Nomor 6 tahun 2014 tentang desa bahwa aset desa merupakan barag milik desa yang berasal dari kekayaan asli desa. Aset desa bisa seperti tanah ulayat, tanah kas desa, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, pelelangan ikan, hutan milik desa, pelelanga hasil pertanian, mata air milik desa, permandian umum da aset lainnya yang dimiliki oleh desa, yang kemudian dapat dikelola dengan baik untuk dapat meningkatkan pendapatan desa sehingga bisa mensejahterakan masyarakat desa secara mandiri.

Desa Tongke-Tongke dalam mengelola aset masih terdapat masalah diantaranya masih terdapat aset yang belum terinventarisasi dengan baik dan belum seluruhnya melakukan pengkodefikasian barang-barang aset secara sempurna dikarnakan pemerintah desa masih mengiventarisasi aset secara manual,di tambah lagi dengan adanya aplikasi SIPADES yang mengharuskan untuk melakukan inventarisasi berbasis aplikasi, aparat pemerintah desa dalam hal ini pengelolah aset masih memiliki sumber daya manusia yang masih minim, di tambah lagi kurangnya pendampingan mengenai masalah penginputan aset berbasis aplikasi SIPADES. Aset desa merupakan biring desa yang bersumber dari kekayaan asli desa, dibeli ataupun didapatkan atas beban APBDesa atau perolehan yang sah lainnya.

Berdasarkan pengamatan awal penulis, dalam pengelolaan aset di kantor Desa Tongke-Tongke, belum sepenuhnya memperhatikan atau menerapkan tahap-tahap yang ada di atas utamanya inventarisasi aset dengan menggunakan aplikasi SIPADES, serta pengawasan dan pengendalian hal ini bisa dipengaruhi oleh petugas pengelolah aset yang diberikan diberikan wewenang oleh kepala desa dalam mengelolah aset-asetnya. Tentu masalah ini menjadi problematika yang harus terselesaikan sehingga harapan untuk mengelola aset desa dengan baik dan menjadikan desa yang maju dan mandiri dapat tercapai.

Berdasarkan uraian di atas, melalui penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimana upaya pemerintah desa dalam mengelola asset desa melalui aplikasi dengan judul “Implementasi Sistem Pengelolaan Aset Desa (SIPADES) pada Kantor Desa Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur

 

 

 

B.  Rumusan Masalah

  Sesuai dengan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis menentukan rumusan masalah pada proposal ini yaitu “Bagaimana Pengimplementasian Sistem Pengelolaan Aset Desa (SIPADES) Desa Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai?

C.  Fokus Masalah

Pembahasan permasalahan ini memiliki cakupan yang sangat luas, maka penulis menentukan fokus masalah hanya pada implementasi Sipades di Desa Tongke-Tongke, dengan indikator: perencanaan; pengadaan; penggunaa; pemanfaata; pengamanan; pemeliharaan; penghapusan; pemindahtanganan; penatausahaan; pelaporan; penilaian; pembinaan; pengawasan.

D.  Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.    Tujuan Penelitian.

Penelitian ini memiliki tujuan, yaitu menjelaskan implementasi Sistem Pengelolaan Aset Desa di Desa Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai.

2.    Kegunaan Penelitian

a.    Kegunaan bagi penulis yatu melalui skripsi ini dapat pengetahuan serta wawasan terkait dengan implementasi Sistem Pengelolaan Aset Desa (SIPADES) Desa Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai.

b.    Kegunaan bagi kantor desa yaitu menjadi input atau masukan bagi setiap orang yang memiliki kepentingan terkait dengan implementasi sistem SIPADES di Desa Tongke-Tongke

c.    Kegunaan bagi administrasi publik yaitu dapat dijadikan rujukan sebagai bahan perkuliahan atau sebagai perbandingan terkait implementasi SIPADES di Desa Tongke-Tongke

 


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Konsep Implementasi

Studi Implementasi muncul sebagai minat untuk mengkaji usaha atau mencari jawaban terhadap berbagai pertanyaan yang timbul yang berkaitan dengan fenomena implementasi seperti mengapa suatu kebijakan yang telah dirumuskan dengan baik dengan melalui proses deliberasi yang panjang kemudian gagal mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan dalam penerapannya, Mengapa kebijakan nasional yang sama ketika diimplementasikan oleh pemerintah daerah berbeda-beda ada yang berhasil dan ada yang tidak berhasil dan yang berhasil memiliki tingkat variasi yang berbeda, mengapa jenis kebijakan tertentu lebih mudah tingkat keberhasilannya dibanding kebijakan lainnya (Rulinawaty Kasmad. 2018:13).

Menurut Agustino (2010:139) bahwa: implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri”.

Sementara itu menurut Zulkarnain Umar (2017:2-3) bahwa: “Implementasi mengandung pengertian tindakan yang dilakukan individu atau pejabat maupun swasta yang mengarah pada tujuan yang ditetapkan. Tindakan-tindakan tersebut adalah berupa upaya-upaya untuk mengadministrasikan dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat. Pada kajian kebijakan umum, didefenisikan bahwa implementasi atau pelaksanaan bukan sekeder keterkaitan antara mekanisme penjabatan suatu keputusan politik ke dalam prosedur – prosedur lewat saluran – saluran birokrasi, namun lebih dari itu, pelaksanaan atau implementasi berkaitan dengan masalah yang terjadi di masyarakat, keputusan serta siapa yang mendapatkan hasil dari kebijakan tersebut. Implementasi suatu kebijakan memfokuskan perhatiannya pada pemahaman tentang apa yang sebenarnya terjadi apabila suatu program kegiatan dilaksaakan.

Dapat dikatakan bahwa pelaksanaan atau implementasi merupakan suatu mekanisme proses melakanakan aktivitas serta melakukan suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh pihak swasta atau pemerintah. Implementasi merupakan suatu proses kegiatan yang melibatkan beberapa sumber yang diantaranya adalah manusia, dana serta kemampuan suatu orgainsasi yang melaksaakan kebijakan dari pemerintah maupun pihak swasta secara individu atau kelompok (Joko Widodo, 2011: 85).

Berdasarkan pendapat para ahlis di atas maka penulis menyimpulkan jika implementasi merupakan suatu aktivitas yang penuh perencanaan yang dilaksaakan secara sungguh-sungguh dan serius sesuai dengan norma tertentu untuk mewujudkan sasaran kegiatan  sehingga implementasi tidaklah berdiri sendiri melainkan ikut pada objek selanjutnya.

Menurut Mulyadi (2015:12) bahwa: “Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga merupakan upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah program dilaksanakan. Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan-tahapan yakni:

1.    Tahapan pengesahan peraturan perundangan.

2.    Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana.

3.    Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan.

4.    Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki maupun tidak.

5.    Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana.

6.    Upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.

Implementasi menurut teori Jones (dalam Mulyadi, 2015:45): proses mewujudkan program hingga memperlihatkan hasilnya, sedangkan menurut Horn dan Meter: tindakan yang dilakukan pemerintah. Jadi implementasi adalah tindakan yang dilakukan setelah suatu kebijakan ditetapkan. Implementasi merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya dengan alur yang sudah ditentukan.

Terlibatnya masyarakat secara luas pada kegiatan menentukan kebijakan adalah suatu cara yang sangat efektif dalam menampung serta mengakomodasi seluruh kepentingan yang beraneka ragam dari masyarakat. pengelolaan kebijakan memiliki satu kunci paling utama yang sangat berkualitas yaitu tinginya pelaksanaan dari partisipasi publik, disebabkan keautentikan suatu kebijakan luas apapun yang datang dari pemerintah terletak disana. Partisipasi memiliki tujuan utama yaitu mempertemukan semua kepentingan yang serupa serta yang berlainan dalam suatu proses perumusan dan menetapkan keputusan secara profesional pada seluruh pihak yang terlibat dan terpengaruh oleh kebijakan yang akan ditentukan Fahmir Rijal, 2016). Kebijakan diartikan juga sebagai suatu sasaran dari tindakan yang menjadi aspirasi dari seorang warga, atau kelompok dan pemerintah pada suatu wilayah tertentu yang memberikan peluang dan hambatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan serta mecarikan solusi dalam rangka mewujudkan suatu tujuan kebijakan (Carl Friedrich, dalam Budi Winarno, 2012: 20-21)

Tahap dari implementasi hanya terjadi sesudah undang-undang ditetapkan serta dana dan sumber daya lainnya dipersiapkan untuk mendanai pelaksanaan kebijakan tersebut. Yang perlu difokuskan disini yaitu pada tahap implementeasi kebijakan tidak akan dikerjakan sebelum tujuan – tujuan dan sasaran – sasaran ditentukan atau diidentifikasi. Implementasi kebijakan sebagai tindakan – tindakan yang dilakukan oleh individu – individu ataupun kelompok – kelompok pemerintah maupun pihak swasta yang arahnya untuk mewujudkan tujuan – tujuan yang sudah ditentukan pada keputusan-keputusan kebijakan yang sebelumnya telah ditetapkan. Dengan demikian, tindakan tersebut terdiri dari upaya-upaya untuk mewujudkan perubahan, baik itu perubahan besar maupun perubahan kecil yang ditetapkan oleh keputusan – keputusan kebijakan (Yulianto Kadji, 2015: 49)

 

 

Ada tiga tingkatan dari kebijakan yang menurut Said Zainal Abidin (dikutip dalam Fahmi Rijal, 2016) yakni sebagai berikut:

1.    Kebijakan umum

Kebijakan umum adalah kebijakan yang dijadikan dasar dan petunjuk dalam melaksanakan kebijakan baik yang sifatnya negatif maupun yang sifatnya positif yang meliputi keseluruhan wilayah ataupun instansi.

2.    Kebijakan pelaksanaan

Pelaksanaan dari suatu kebijakan merupaka kebijaka yang diuraikan sebagai kebijakan publik yang diperuntukkan di tingkat pusat berupa peraturan pemerintah terkait pelaksanaan suatu undang - undang

3.    Kebijakan teknis

Kebijakan secara teknis adalah kebijakan secara operasional yang terletak pada tingkat pelaksanaan suatu kebijakan.

Pelaksanaan sebuah keputusan dari kebijakan dasar yang sifatnya berbentuk undang – undang, perintah ataupun keputusan yang dibuat oleh eksekutif disebut juga sebagai implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan adalah suatu hal yang sangat penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan yang sudah dibuat, sebab dimana salah satu faktor penentu dalam mencapai hasil yang lebih maksimal dari pelaksana kebijakan. Implementasi kebijakan dikatakan pula sebagai proses upaya untuk mewujudkan suatu kebijakan yang sifatnya masih abstrak ke dalam realita kenyataan. Jadi implementasi kebijakan adalah suatu wujud nyata dari suatu kebijakan yang sudah dilaksanakan dalam periode waktu tertentu (Joko Widodo, 2011: 88)

Berkaitan dengan faktor-faktor pendukung yang menentukan kesuksesan pengimplemtasian kebijakan Budi Winarno (2012: 159 -160) mengatakan bahwa ada banyak faktor yang menentukan keberhasilan kebijakan misalnya tujuan dan ukuran dasar kebijakan, kompleksitas luasnya cakupan program, atau indikator keberhasilan kebijakan yang terukur, dana yang cukup, lingkungan ekonomi, sosial dan politik yang mempengaruhi organisasi implementasi.

Sejalan dengan pendapat diatas, Riant Nugroho (2011:746) mengatakan bahwa ada emapat faktor utama yang sangat menentukan keberhasilan kebijakan yaitu: organisasi (kesesuaian, kecukupan dan kesiapan); Proses (adaptasi-lingkungan, inovasi-perubahan); Sumber daya (manusia, teknologi, uang); Pemimpin (vision, value, courage).

Menurut Edwards (dikutip dalam Widodo, 2011: 96-100), ada 4 (empat) faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi keberhasilan maupun kegagalan dalam implementasi kebijakan. Keempat faktor itu adalah: komunikasi, sumber daya manusia, sikap, dan struktur birokrasi.

1.    Komunikasi

Demi menghindari terjadinya distorsi informasi yang disampaikan atas pada bawahan, memerlukan adanya ketetapan waktu dalam menyampaikan informasi dan wajib menyampaikan informasi secara jelas. Komunikasi adalah suatu program atau sistem yang bisa dilakukan dengan baik jika semua pelaksana bekerja dengan bak. Hal ini berkaitan dengan proses menyampaikan sebuah informasi.

 

2.    Sumber daya

Peranan penting dari impelementasi kebijakan adalah suatu sumber-sumber, sebab pelaksanaan kebijakan tidak bisa berjalan secara efektif jika sumber-sumber yang mendukungnya tidak tersedia, sumber-sumber yang dimaksud adalah

a.    Tercukupinya jumlah staf serta memiliki keahlian serta keterampilan dalam melaksanakan suatu kebijakan

b.    Memadainya suatu informasi dan juga informasi tersebut relevan untuk keperluan pelaksaaan kebijakan

c.    Lingkungan yang mendukung dalam mewujudkan pelaksanaan kebijaka

d.   Pelaksana kebijaka memiliki kewenangan untuk melaksanakan suatu kebijakan.

3.    Sikap/Disposisi

Pelaksana kebijakan dalam mendukung suatu implementasi memiliki inisiatif dalam rangka mewujudkan kebijakan hal ini tergantung dari sejauh mana kewenangan yang dimiliki pelaksana, ini menggambarkan bahwa disposisi adalah suatu komitmen atau sikap yang ditunjukkan oleh pelaksana kebijakan berkaitan bagaimana sikap dari pelaksana kebijakan dalam mendukung suatu pelaksanaan kebijakan.

4.    Struktur Birokrasi

Suatu kebijakan seringkali melibatkan beberapa lembaga atau organisasi dalam proses implementasinya, sehingga diperlukan koordinasi yang efektif antar lembaga-lembaga terkait dalam mendukung keberhasilannya. Dapat diartikan bahwa struktur birokasi merupakan standar operasional prosedur (SOP) yang memiliki fungsi mengatur alur kegiatan program.

B.  Konsep Aset Desa

Pada Pasal 76 UU Nomor 6 Tahun 2014, disebutkan bahwa aset desa bisa berupa tanah kas desa, tanah ulayat, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan, pelelanga hasil tani, hutan milik desa, mata air, permandian umum serta aset lainnya milik desa. Aset desa merupakan barang yang dimiliki desa yag sumbernya berasal dari kekayaan asli desa, baik itu yang dibeli ataupun yang didapatkan atas beban APBN atau didapatkan dengan cara lain secara sah.

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa aset desa dapat berupa tanah kas desa, tanah ulayat, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik desa, mata air milik desa, permandian umum, dan aset lainnya milik desa. Aset lainnya milik desa antara lain:

1.    Kekayaan desa yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, serta anggaran pendapatan dan belanja desa;

2.    Kekayaan desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis;

3.    Kekayaan desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

4.    Hasil kerja sama desa

5.    Kekayaan desa yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka penyelenggaraan keuangan dan aset desa di beberapa wilayah desa di Indonesia harus mengikuti aturan perundang-undagan yang berlaku. Dikeluarkannya Undang-Undang tersebut melahirkan masalah baru di beberapa daerah, yang mana masalah tersebut yaitu adanya daerah yang dasar kebudayaannya yang sudah mereka jaga sejak lama mempunyai dari satu sistem kesatuan hukum masyarakat adat. Sehingga untuk mencarikan soluasi dari masalah ini yaitu melakukan kesepatakan di antara kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat misalnya pemilihan salah satu diantara keduanya yang wajib diputuskan agar bisa diakui oleh pemerintah sebagai desa atau dengan cara membagi urusan antara mereka..

Aset desa lainnya yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yaitu kekayaan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah berskala lokal desa yang ada di desa dapat dihibahkan kepemilikannya kepada desa, kekayaan milik desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama pemerintah desa, kekayaan milik desa yang telah diambil alih oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dikembalikan kepada desa, kecuali yang sudah digunakan untuk fasilitas umum, dan bangunan milik desa harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.

Menurut Doli D Siregar (dikutip dalam Dewi Risnawati. 2017) bahwa: “Aset desa merupakan suatu yang mempunyai nilai tukar, modal atau kekayaan. Dalam hal ini, pengertian aset desa sama maknanya dengan konsep kekayaan. Aset desa sama pengertiannya dengan kekayaan desa sebagai mana disebut dalam berbagai regulasi pemerintah yang mengatur tentang desa, meskipun tidak terbatas pada kekayaan yang bersifat fisik.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa menyebutkan bahwa keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Bab IV tentang kekuangan dan kekayaan desa, Pasal 90 menyebutkan bahwa:

1.    Penyelenggaraan kewenangan desa sesuai hak asal usul serta kewenangan lokal berskala desa yang didanai oleh APB Desa

2.    Penyelenggaraan kewenangan lokal desa selain didanail oleh anggaran pendapatan belanja desa, juga bisa didanai oleh APBN serta APBD

3.    Penyelenggaraan kewenangan desa yang ditugaskan dari pemerintah didanai oleh APBN

4.    Dana APBN yan dialokasikan pada anggaran kementerian atau lembaga serta didistribusikan lewat satuan kerja perangkat daerah kabupaten atau kota

5.    Penyelenggaraan kewenangan desa yang ditugaskan pemerintah daerah di danai dari APBD

Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Keuangan desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Pengelolaan keuangan desa dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yag kemudian disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa. Bendahara adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, membayarkan dan mempertanggungjawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa).

Menurut UU RI No. 6 tahun 2014 tentang desa, pendapatan desa bersumber dari :

1.    PAD terdiri dari hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong dan lain-lain PAD

2.    Alokasi APBN

3.    Bagian dari hasil pajak daerah dan retribsui daerah kabupaten atau kota

4.    ADD yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten atau kota

5.    Bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten

6.    Hibah serta sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga

7.    Lain – lain pendapatan desa yang sah

Pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan dari kebitaan yang terdiri dari perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelapora, pertanggung jawaban serta pengawasan keuangan desa, hal ini sesuai dengan yang tercantum pada Permendagri Nomor 20 tahun 2018 tentag Pengelolaan Keuangan Desa. Disebutkan pula bahwa kepala desa sebagai kepala pemerintah desa merupakan pemegang keuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintaha desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang terpisahkan. Sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa, seorang kepala desa memiliki kewenangan yaitu:

1.    Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan anggaran pendapatan belanja desa

2.    Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan barang desa

3.    Menetapkan bendahara desa

4.    Menetapkan petugas yang melakuka pemungutan penerimaan desa

5.    Menetapkan petugas yang melaksanakan pengelolaan barag milik desa

Kepala Desa dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan keuangan desa dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). PTPKD merupakan perangkat desa yang meliputi:

1.    Sekretaris Desa (Sekdes)

2.    Perangkat Desa lainnya

Tugas Sekretaris Desa adalah selaku Koordinator pelaksaaan teknis dalam pengelolaan keuanga desa serta memiliki tanggung jawab pada Kepala Desa, adapun tugasnya dalam pengelolaan, yaitu:

1.    Melaksanakan serta melakukan penyusunan kebijakan pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Desa

2.    Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan barang desa

3.    Menyusun rancangan peratura ndesa APBDesa, perubahan APBDesa serta pertagngung jawaban APBDesa

4.    Menyusun racangan keputusan Kades tentang pelaksanaan Perdes tentag APBdes dan Perubahan APBDes. Kepala desa menetapkan bendahara desa dengan Keputusan Kades.

C.  Sistem Pengelolaan Aplikasi Desa (SIPADES)

Pengelolaan adalah proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan. (Depdikbud, 2008:534).

Untuk mewujudkan tujuan organisasi maka organisasi tidak bisa bergerak sendiri, melainkan butuh orang lain untuk saling bekerja sama dengan maksimal dan melakukan pengelolaan atau manajemen dengan baik. Manajemen merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan SDM serta sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Dalam penataan organisasi, manajemen diistilahkan manajemen yang artinya sama dengan mengelola atau pengelolaan yakni segala upaya secara bersama untuk mendayagunakan segala sumber, baik sumber personal ataupun material yang secara efektif serta efisien yang berguna untuk mendorong tercapainya tujuan organisasi secara lebih baik (Yunus dan Nawawi, 2013: 123-124)

Menurut Rohani (2010:2), pengelolaan sendiri artinya upaya untuk mengatur aktivitas berdasarkan konsep dan prinsip yang lebih efektif, efisien dan produktif dengan diawali penentuan strategi dan perencanaan. Sedangkan menurut Wijaya dan Rifa`I (2016:15) manajemen merupakan proses memperoleh suatu tindakan dari orang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Aktivitas manajerial itu dilakukan oleh para manajer sehingga dapat mendorong sumber daya personil bekerja memanfaatkan sumber daya lainnya sehingga tujuan organisai yang disepakati bersama dapat tercapai.

Manajemen dapat diartikan sebagai proses dalam merencanakan, mengorganisir, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan semua aspek agar tujuan dari organisasi bisa tercepai secara efisien dan efektif. Dalam proses manajemen terlihat adanya keterlibatan fungsi – fungsi pokok yang dimunculkan oleh seorang manajer atau pimpinan, yakni perencanaan, pengorgaisasian, pemimpin serta pengawasan (Fattah, 2004:1).

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, disebutkan bahwa Pengelolaan Aset Desa merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian aset Desa.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah proses atau suatu rangkaian sebuah kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam arti pengelolaan aset desa yang berarti ialah kepala desa beserta aparatur desa yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai pada pengawasan dengan memanfaatkan potensi yang ada demi tercapainya sebuah tujuan.

Ada beberapa jenis aset desa meliputi kekayaan asli desa dan kekayaan milik desa yang dibeli ataupun yang didapatkan dari beban Anggaran Pendapatan Belanja Desa, kekayaan desa yang didapatkan dari hibah serta sumbagan ataupun yang sejenis, kekayaan desa yang yang didapatkan sebagai pelaksanaan perjanjian atau kontrak dan atau didapatkan sesuai ketentuan dari peraturan perundang-undangan, hasil kerja sama desa dan kekayaan yang desa yang bersumber dari perolehan lain yang sah (Permendagri Nomor 1 Tahun 2016).

Ada beberapa macam kekayaan asli desa yaitu tanah kas desa, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan yang dikelolah oleh desa, pelelangan hasil pertanian, hutan milik desa, matar air milik desa, permandian umum da lain – lain kekayaan asili desa.

Peraturan Mendagri Nomor 1 tahun 2016, disebutkan beberapa rangkaian kegiatan dalam pengelolaan aset desa, yakni:

1.        Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu tahap dari kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis dalam merumuskan beberapa rincian dari kebutuhan barang milik desa.

2.        Pengadaan

Pengadaan merupaka suatu aktivitas yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan barang dalam upaya atau sebagai pendukung penyelenggaraan pemerintahan desa

3.        Penggunaan

Penggunaan merupaka aktivitas kegiatan yang dilaksanaka oleh pengguna barang dalam memakai aset desa yang sesuai dengan tugas dan fungsinya

4.        Pemanfaatan

Pemanfaatan merupakan mendayagunakan aset desa dengan cara tidak secara langsung digunakan dalam upaya menyelenggaraka tugas pemerintah desa dan tidak mengubah status kepemilikannya.

5.        Pengamanan

Pengamanan merupakan suatu cara atau proses perbuatan mengamankan aset desa dalam bentuk fisik, hukum serta adminsitratif

6.        Pemeliharaan

Pemeliharaan merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan agar seluruh aset desa selalu dalam kondisi baik dalam upaya menyelenggarakan pemerintahan desa

7.         Penghapusan

Penghapusan merupakan aktivitas kegiatan meniadakan atau menghapus aset desa dari buku data inventaris sesuai dengan keputusan kepala desa untuk membebaskan pengelolaan barang, pengguna barag dan atau kuasa pengguna barang dari tanggung jawab adminsitrasi serta fisik atas barang yang ada dalam kekuasaannya

8.        Pemindahtanganan

Pemindahtanganan merupaka kegiatan untuk melakukan pengalihan kepemilikan aset desa

9.        Penatausahaan

Penatausahaan merupakan aktivitas kegiatan yang dilaksanakan terdiri dari pembukuan, inventaris dan pelaporan aset desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undagan

10.    Pelaporan

Pelaporan merupakan kegiatan menyajikan keterangan informasi yang berkaitan dengan keadaan objektif aset desa

11.    Penilaian

Penilaian merupakan rangkaian kegiatan dalam mengukur dengan berdasar pada data atau fakta yang objektif dan relevan dengan memakai metode atau teknis tertentu untuk mendapatkan nilai suatu aset desa

12.    Pembinaan dan pengawasan  

Melakukan pembinaan serta pengawasan pengelolaan aset desa yang dilakukan oleh bupati yang mana dalam melakukan pembinaan dan pengawasan bupati melimpahkan kepada camat.

Sesuai dengan inti permasalahan mengenai aplikasi pengleolaan asset desa sehingga dari sini penulis mengaitkan Sipades sesuai dengan fungsinya yaitu melakukan penatausahaan. Menurut Mega Raharja (2015) yang mana sebelum masuk dalam tahap pelaporan, pengelolaan aset desa seharusnya memilki pembukuan, inventarisasi dan pelaporan. Dalam pembukuan ini dalam hal pelaporan atau pertanggung jawaban ini selalu dibuat pada setiap kegiatan yang dilakukan. Tata usaha yang sekarang ini kita laksanakan, kepala urusannya kan ada 3 (tiga), ada kepala urusan pembangunan, kepala urusan umum, kepala urusan pemerintahan penatausahaan pengelolaan aset desa terlebih dahulu dilakukan pembukuan dalam proses pembukuan ini dilakukan terlebih dahulu perhitungan aset, lalu pencatatan, setelah itu baru dilaporkan masuk dalam pembukuan. Setelah pembukuan selesai barulah masuk dalam jurnal inventarisasi, dan terakhir dilakukan pelaporan untuk menyusun laporan pertanggung jawaban.

BAB III

METODE PENELITIAN

 

 

A.  Lokasi dan Jadwal Penelitian

Penelitian dilakkukan pada Desa Tongke – Tongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai. Sementara jadwal penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 April sampai dengan 6 Juni tahun 2020.

B.  Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan jenis deskriptif. Sementara metode penelitian yang digunakan menggunakan pendeekatan kualitatif dengan penelitian yang menekankan pada aspek memahami lebih mendalam terkait penelitian secara generalisasisai. Teknik yang digunakan dalam penelitian secara kualitatif dianlisis secara mendapat dengan cara mengkaji masalah secara khusus pada tiap persoalan yang dibahas sebab metodologi kualitatif meyakini bahwa sifat pada suatu masalah berbeda-beda sesuai dengan dari masalah lainnya.

Arikunto (2000: 107) mendefenisikan bahwa: sumber data penelitian merupakan subjek dari mana data itu diperoleh. Adapun sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1.    Data primer merupakan data yang diperoleh setelah mengadakan serangkaian wawancara dan melihat langsung dengan informan yang banyak mengetahui tentang SIPADES di Desa Tongke-Tongke.

2.    Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data yang menunjang data primer. Dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan oleh penulis serta dari studi pustaka. Dapat dikatakan data sekunder ini bisa berasal dari dokumen-dokumen grafis seperti tabel, catatan, SMS, foto dan lain-lain.

C.  Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian. Pada penelitian kali ini peneliti memilih jenis penelitian kualitatif maka data yang diperoleh haruslah mendalam, jelas dan spesifik. Selanjutnya dijelaskan oleh Sugiyono (2009:225) bahwa: pengumpulan data dapat diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan gabungan/triangulasi. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara observasi, dokumentasi, dan wawancara.

1.    Observasi

Dalam penelitian ini, sesuai dengan objek penelitian maka, peneliti memilih observasi partisipan. Observasi partisipan yaitu suatu teknik pengamatan dimana peneliti ikut ambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diselidiki. Observasi ini dilakukan dengan mengamati dan mencatat langsung terhadap objek penelitian, yaitu dengan mengamati kegiatan-kegiatan aparat desa dalam SIPADES. Sehingga peneliti dapat menentukan informan yang akan diteliti dan juga untuk mengetahui jabatan, tugas/kegiatan, alamat, nomor telepon dari calon informan sehingga mudah untuk mendapatkan informasi untuk kepentingan penelitian.

 

 

2.    Wawancara.

Merupakan kegiatan memberi beberapa pertanyaan kepada informan secara mendalam, ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang kompleks, yang sebagian besar berisi pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi. Untuk menghindari kehilangan informasi, maka peneliti meminta ijin kepada informan untuk menggunakan alat perekam. Sebelum dilangsungkan wawancara mendalam, peneliti menjelaskan atau memberikan sekilas gambaran dan latar belakang secara ringkas dan jelas mengenai topik penelitian.

3.    Dokumentasi

Beberapa fakta dari data yang tersimpan dalam bahan yang terbentuk dokumentasi. Secara detai bahan dokumen terbagi menjadi beberapa macam terdiridari arsip dari pemerintah ataupun dari swasta, foto-foto kegiatan, data dari peragkat penyimpanan komputer, website dan lain sebagainya.

D.  Informan

Pemilihan informan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah berdasarkan pada asas subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data yang memadai dan bersedia memberikan informasi lengkap dan akurat. Informan yang bertindak sebagai sumber data harus informasi harus memenuhi syarat tersebut, yang akan menjadi informan narasumber pada penelitian ini yaitu sesuai dengan informan kunci yang telah ditentukan, sebagai berikut:

 

 

1.    Kades Tongke-Tongke

2.    Sekdes Tongke-Tongke

3.    Bendahara Desa Tongke-Tongke

E.  Teknik Analis Data

Sesuai dengan pendapat Miles dan Huberman (2007) bahwa analisis data merupakan teknik yang teknik yang terdiri dari beberapa kegiatan bisa dilihat pada penjelasan berikut:

1.    Reduksi Data.

Reduksi data merupaka kegiatan merikas, mengkode, melakukan penelusuruan terhadap tema, membuat atau melakukan pengelompokkan dan menulis agenda. Pada penelitian ini hasil perolehan data selanjutnya dipilih, diseleksi serta merangkum dan memfokuskan pada hal yang ada kaitannya dengan penelitian.

2.    Penyajian data

Suatu kegiatan penyusunan sekumpulan informasi dalam bentuk yang terorganisir yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dalam bentuk narasi atas kategori atau pola tertentu dan penarikan tindakan. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data biasanya dilakukan dengan mendeskripsikan hasil temuan dalam observasi di lapangan, dan wawancara terhadap informasi serta menghadirkan dokumentasi sebagai penunjang.

3.     Penarikan Kesimpulan

Dalam tahap penelitian penarikan kesimpula, penulis melakukan dalam bentuk penarasian atau pengkategorian dan pola tertentu menurut pandangan informan secara terus menerus selama penelitian berlangsung. Selain itu secara teknis peneliti juga melakukan interprestasi yang merupakan kegiatan menafsirkan kategori atau pola tertentu berdasarkan sudut pandang informan yang telah disusun sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN KEPALA DESA PEREMPUAN DI DESA MASSAILE KECAMATAN TELLULIMPOE KABUPATEN SINJAI

BAB I    PENDAHULUAN   A.   Latar Belakang Masalah Pemerintahan Desa Massaile selama dua periode ini dipimpin seorang kepala desa pere...