BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pemerintah Kabupaten Sinjai mengeluarkan Perbup Sinjai
No. 35 tahun 2017 yang mengatur tentang Pengelolaan Aset Desa berdasarkan
Permendagri No. 1 tahun 2016 mengenai Pengelolaan Aset Desa. Sehingga dalam
upaya pengelolaan aset desa yang bisa dilaksanaka berrdasarkan fungsional,
transparansi, terbuka, akuntabel, efisien serta memenuhi kepastian akan nilai,
maka peraturan yang telah disebutkan tersebut menjadi pedoman dalam pengelolaan
aset desa. Disebutkan pula pada Perbup Sinjai tersebut bahwa pengelolaan pada
aset desa merupakan aktivitas dalam melakukan perencanaan, pengadaaan,
penggunaaan, pemanfatan, pengamanan, pemeliharaan, pembinaan, pengawasan dan
pengendalian.
Salah satu desa yang menyimpa begitu banyak potensi yang
belum terkelola denga nbaik yaitu Desa Tongke-Tongke yang terleka di Kecamatan
Sinjai Timur Kabupaten Sinjai dimana desa ini adalah desa yang baru terbentuk
pada tahun 2003 dimana sebelumnya desa ini berada pada wilayah Kelurahan
Samataring Kecamatan Sinjai Timur.
Pemerintah Desa merupakan simbol formal daripada kesatuan
masyarakat desa. Pemerintah Desa di bawah pimpinan kepala desa berserta para perangkat desa, mewakili
masyarakat guna hubungan keluar maupun di
dalam masyarakat yang bersangkutan.
Memahami
tentang pemerintah desa dalam hal ini adalah pemerintah desa memliki tugas
untuk mengatur kepentingan mesyarakatnya sesuai dengan kondisi dan sosial
budaya setempat maka desa memiliki otonomi yang asli. Sehingga Kepala Desa selaku pemimpin di desa memiliki
tugas untuk menyelenggarakan pemerintah, melakukan pembagunan desa dan membina
masyarakat serta melakukan pemberdayaan masyarakat.
Aset desa adalah salah satu hasil kekayaan yang asalnya
dari desa yang wajib dikelola serta dikembangkan kehadirannya. Pemerintah desa
khususnya merupaka elemen yang memiliki tanggung jawab sehingga dari desa perlu
memiliki pemasukan dan aset desa karena tanpa ditunjang oleh unsur-unsur
tersebut, pemerintah desa akan mendapatkan hambatan dalam menjalakan roda pemerintahan
desa. Pemerintah khususnya pemerintah desa memiliki kekayaan untuk mendukung
penyelenggaraan pemerintahannya hal ini disebutkan pada UU RI Nomor 6 tahun
2014 tentang desa bahwa aset desa merupakan barag milik desa yang berasal dari
kekayaan asli desa. Aset desa bisa seperti tanah ulayat, tanah kas desa, pasar
desa, pasar hewan, tambatan perahu, pelelangan ikan, hutan milik desa,
pelelanga hasil pertanian, mata air milik desa, permandian umum da aset lainnya
yang dimiliki oleh desa, yang kemudian dapat dikelola dengan baik untuk dapat
meningkatkan pendapatan desa sehingga bisa mensejahterakan masyarakat desa
secara mandiri.
Desa Tongke-Tongke dalam mengelola aset masih terdapat masalah diantaranya masih terdapat aset
yang belum terinventarisasi dengan baik dan belum seluruhnya melakukan
pengkodefikasian barang-barang aset secara sempurna dikarnakan pemerintah desa
masih mengiventarisasi aset secara manual,di tambah lagi dengan adanya aplikasi
SIPADES yang mengharuskan untuk melakukan inventarisasi berbasis aplikasi, aparat
pemerintah desa dalam hal ini pengelolah aset masih memiliki sumber daya
manusia yang masih minim, di tambah lagi kurangnya pendampingan mengenai
masalah penginputan aset berbasis aplikasi SIPADES. Aset desa merupakan biring desa yang bersumber dari
kekayaan asli desa, dibeli ataupun didapatkan atas beban APBDesa atau perolehan
yang sah lainnya.
Berdasarkan pengamatan awal penulis, dalam pengelolaan
aset di kantor Desa Tongke-Tongke, belum sepenuhnya memperhatikan atau
menerapkan tahap-tahap yang ada di atas utamanya inventarisasi aset dengan
menggunakan aplikasi SIPADES, serta pengawasan dan pengendalian hal ini bisa
dipengaruhi oleh petugas pengelolah aset yang diberikan diberikan wewenang oleh
kepala desa dalam mengelolah aset-asetnya. Tentu
masalah ini menjadi problematika yang harus terselesaikan sehingga harapan
untuk mengelola aset desa dengan baik dan menjadikan desa yang maju dan mandiri
dapat tercapai.
Berdasarkan
uraian di atas, melalui penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimana upaya
pemerintah desa dalam mengelola asset desa melalui aplikasi dengan judul “Implementasi Sistem Pengelolaan Aset Desa (SIPADES) pada
Kantor Desa Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur”
B.
Rumusan Masalah
Sesuai dengan
latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis menentukan
rumusan masalah pada proposal ini yaitu “Bagaimana Pengimplementasian Sistem Pengelolaan Aset
Desa (SIPADES) Desa Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai?
C. Fokus Masalah
Pembahasan permasalahan ini memiliki cakupan yang sangat
luas, maka penulis menentukan fokus masalah hanya pada implementasi Sipades di Desa Tongke-Tongke, dengan indikator:
perencanaan; pengadaan;
penggunaa; pemanfaata; pengamanan; pemeliharaan; penghapusan; pemindahtanganan;
penatausahaan; pelaporan; penilaian; pembinaan; pengawasan.
D. Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian.
Penelitian ini
memiliki tujuan, yaitu menjelaskan implementasi Sistem Pengelolaan Aset Desa di
Desa Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai.
2. Kegunaan
Penelitian
a. Kegunaan bagi penulis yatu melalui skripsi ini dapat pengetahuan serta wawasan terkait dengan
implementasi
Sistem Pengelolaan Aset Desa (SIPADES) Desa Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai
Timur Kabupaten Sinjai.
b. Kegunaan bagi kantor desa yaitu menjadi input atau masukan bagi setiap orang yang
memiliki kepentingan terkait dengan implementasi sistem SIPADES di Desa Tongke-Tongke
c. Kegunaan bagi administrasi publik yaitu dapat dijadikan rujukan sebagai bahan perkuliahan atau sebagai perbandingan
terkait implementasi SIPADES di Desa
Tongke-Tongke
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Implementasi
Studi
Implementasi muncul sebagai minat untuk mengkaji usaha atau mencari jawaban
terhadap berbagai pertanyaan yang timbul yang berkaitan dengan fenomena
implementasi seperti mengapa suatu kebijakan yang telah dirumuskan dengan baik
dengan melalui proses deliberasi yang panjang kemudian gagal mewujudkan tujuan
yang telah ditetapkan dalam penerapannya, Mengapa kebijakan nasional yang sama
ketika diimplementasikan oleh pemerintah daerah berbeda-beda ada yang berhasil
dan ada yang tidak berhasil dan yang berhasil memiliki tingkat variasi yang
berbeda, mengapa jenis kebijakan tertentu lebih mudah tingkat keberhasilannya
dibanding kebijakan lainnya (Rulinawaty Kasmad. 2018:13).
Menurut
Agustino (2010:139) bahwa:
“implementasi merupakan
suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas
atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai
dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri”.
Sementara itu menurut Zulkarnain
Umar (2017:2-3) bahwa:
“Implementasi mengandung
pengertian tindakan yang dilakukan individu atau pejabat maupun swasta yang
mengarah pada tujuan yang ditetapkan. Tindakan-tindakan tersebut adalah berupa
upaya-upaya untuk mengadministrasikan dan menimbulkan dampak nyata pada
masyarakat”. Pada kajian kebijakan umum, didefenisikan bahwa
implementasi atau pelaksanaan bukan sekeder keterkaitan antara mekanisme
penjabatan suatu keputusan politik ke dalam prosedur – prosedur lewat saluran –
saluran birokrasi, namun lebih dari itu, pelaksanaan atau implementasi
berkaitan dengan masalah yang terjadi di masyarakat, keputusan serta siapa yang
mendapatkan hasil dari kebijakan tersebut. Implementasi suatu kebijakan
memfokuskan perhatiannya pada pemahaman tentang apa yang sebenarnya terjadi
apabila suatu program kegiatan dilaksaakan.
Dapat dikatakan bahwa pelaksanaan atau implementasi
merupakan suatu mekanisme proses melakanakan aktivitas serta melakukan suatu
pekerjaan yang dilaksanakan oleh pihak swasta atau pemerintah. Implementasi
merupakan suatu proses kegiatan yang melibatkan beberapa sumber yang
diantaranya adalah manusia, dana serta kemampuan suatu orgainsasi yang
melaksaakan kebijakan dari pemerintah maupun pihak swasta secara individu atau
kelompok (Joko Widodo, 2011: 85).
Berdasarkan pendapat para ahlis di atas maka penulis
menyimpulkan jika implementasi merupakan suatu aktivitas yang penuh perencanaan
yang dilaksaakan secara sungguh-sungguh dan serius sesuai dengan norma tertentu
untuk mewujudkan sasaran kegiatan
sehingga implementasi tidaklah berdiri sendiri melainkan ikut pada objek
selanjutnya.
Menurut
Mulyadi (2015:12) bahwa:
“Implementasi mengacu
pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu
keputusan. Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut
menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar
atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Implementasi pada
hakikatnya juga merupakan upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah
program dilaksanakan”.
Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar.
Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan-tahapan yakni:
1. Tahapan
pengesahan peraturan perundangan.
2. Pelaksanaan
keputusan oleh instansi pelaksana.
3. Kesediaan
kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan.
4. Dampak
nyata keputusan baik yang dikehendaki maupun tidak.
5. Dampak
keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana.
6. Upaya
perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.
Implementasi
menurut teori Jones (dalam Mulyadi, 2015:45): proses mewujudkan program hingga
memperlihatkan hasilnya, sedangkan menurut Horn dan Meter: tindakan yang
dilakukan pemerintah. Jadi implementasi adalah tindakan yang dilakukan setelah
suatu kebijakan ditetapkan. Implementasi merupakan cara agar sebuah kebijakan
dapat mencapai tujuannya dengan alur yang
sudah ditentukan.
Terlibatnya masyarakat secara luas pada kegiatan
menentukan kebijakan adalah suatu cara yang sangat efektif dalam menampung
serta mengakomodasi seluruh kepentingan yang beraneka ragam dari masyarakat.
pengelolaan kebijakan memiliki satu kunci paling utama yang sangat berkualitas
yaitu tinginya pelaksanaan dari partisipasi publik, disebabkan keautentikan
suatu kebijakan luas apapun yang datang dari pemerintah terletak disana.
Partisipasi memiliki tujuan utama yaitu mempertemukan semua kepentingan yang
serupa serta yang berlainan dalam suatu proses perumusan dan menetapkan
keputusan secara profesional pada seluruh pihak yang terlibat dan terpengaruh
oleh kebijakan yang akan ditentukan Fahmir Rijal, 2016). Kebijakan diartikan
juga sebagai suatu sasaran dari tindakan yang menjadi aspirasi dari seorang
warga, atau kelompok dan pemerintah pada suatu wilayah tertentu yang memberikan
peluang dan hambatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan serta
mecarikan solusi dalam rangka mewujudkan suatu tujuan kebijakan (Carl
Friedrich, dalam Budi Winarno, 2012: 20-21)
Tahap dari implementasi hanya terjadi sesudah
undang-undang ditetapkan serta dana dan sumber daya lainnya dipersiapkan untuk
mendanai pelaksanaan kebijakan tersebut. Yang perlu difokuskan disini yaitu
pada tahap implementeasi kebijakan tidak akan dikerjakan sebelum tujuan –
tujuan dan sasaran – sasaran ditentukan atau diidentifikasi. Implementasi
kebijakan sebagai tindakan – tindakan yang dilakukan oleh individu – individu
ataupun kelompok – kelompok pemerintah maupun pihak swasta yang arahnya untuk
mewujudkan tujuan – tujuan yang sudah ditentukan pada keputusan-keputusan
kebijakan yang sebelumnya telah ditetapkan. Dengan demikian, tindakan tersebut
terdiri dari upaya-upaya untuk mewujudkan perubahan, baik itu perubahan besar
maupun perubahan kecil yang ditetapkan oleh keputusan – keputusan kebijakan
(Yulianto Kadji, 2015: 49)
Ada tiga tingkatan dari kebijakan yang menurut Said
Zainal Abidin (dikutip dalam Fahmi Rijal, 2016) yakni sebagai berikut:
1.
Kebijakan umum
Kebijakan umum adalah kebijakan yang dijadikan dasar dan petunjuk dalam
melaksanakan kebijakan baik yang sifatnya negatif maupun yang sifatnya positif
yang meliputi keseluruhan wilayah ataupun instansi.
2.
Kebijakan
pelaksanaan
Pelaksanaan dari suatu kebijakan merupaka kebijaka yang diuraikan sebagai
kebijakan publik yang diperuntukkan di tingkat pusat berupa peraturan
pemerintah terkait pelaksanaan suatu undang - undang
3.
Kebijakan teknis
Kebijakan secara teknis adalah kebijakan secara operasional yang terletak
pada tingkat pelaksanaan suatu kebijakan.
Pelaksanaan sebuah keputusan dari kebijakan dasar yang sifatnya berbentuk
undang – undang, perintah ataupun keputusan yang dibuat oleh eksekutif disebut
juga sebagai implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan adalah suatu hal
yang sangat penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan yang sudah dibuat, sebab
dimana salah satu faktor penentu dalam mencapai hasil yang lebih maksimal dari
pelaksana kebijakan. Implementasi kebijakan dikatakan pula sebagai proses upaya
untuk mewujudkan suatu kebijakan yang sifatnya masih abstrak ke dalam realita
kenyataan. Jadi implementasi kebijakan adalah suatu wujud nyata dari suatu
kebijakan yang sudah dilaksanakan dalam periode waktu tertentu (Joko Widodo,
2011: 88)
Berkaitan
dengan faktor-faktor pendukung yang menentukan kesuksesan pengimplemtasian
kebijakan Budi Winarno (2012: 159 -160) mengatakan bahwa ada banyak faktor yang
menentukan keberhasilan kebijakan misalnya tujuan dan ukuran dasar kebijakan,
kompleksitas luasnya cakupan program, atau indikator keberhasilan kebijakan yang
terukur, dana yang cukup, lingkungan ekonomi, sosial dan politik yang
mempengaruhi organisasi implementasi.
Sejalan
dengan pendapat diatas, Riant Nugroho (2011:746) mengatakan bahwa ada emapat
faktor utama yang sangat menentukan keberhasilan kebijakan yaitu: organisasi
(kesesuaian, kecukupan dan kesiapan); Proses (adaptasi-lingkungan, inovasi-perubahan);
Sumber daya (manusia, teknologi, uang); Pemimpin (vision, value, courage).
Menurut
Edwards (dikutip dalam Widodo, 2011: 96-100), ada 4 (empat) faktor pendukung
dan penghambat yang mempengaruhi keberhasilan maupun kegagalan dalam
implementasi kebijakan. Keempat faktor itu adalah: komunikasi, sumber daya
manusia, sikap, dan struktur birokrasi.
1. Komunikasi
Demi menghindari terjadinya distorsi informasi yang disampaikan atas pada
bawahan, memerlukan adanya ketetapan waktu dalam menyampaikan informasi dan
wajib menyampaikan informasi secara jelas. Komunikasi adalah suatu program atau
sistem yang bisa dilakukan dengan baik jika semua pelaksana bekerja dengan bak.
Hal ini berkaitan dengan proses menyampaikan sebuah informasi.
2.
Sumber daya
Peranan penting dari impelementasi kebijakan adalah suatu
sumber-sumber, sebab pelaksanaan kebijakan tidak bisa berjalan secara efektif
jika sumber-sumber yang mendukungnya tidak tersedia, sumber-sumber yang
dimaksud adalah
a.
Tercukupinya jumlah
staf serta memiliki keahlian serta keterampilan dalam melaksanakan suatu
kebijakan
b.
Memadainya suatu
informasi dan juga informasi tersebut relevan untuk keperluan pelaksaaan
kebijakan
c.
Lingkungan yang
mendukung dalam mewujudkan pelaksanaan kebijaka
d.
Pelaksana kebijaka
memiliki kewenangan untuk melaksanakan suatu kebijakan.
3.
Sikap/Disposisi
Pelaksana kebijakan dalam mendukung suatu implementasi
memiliki inisiatif dalam rangka mewujudkan kebijakan hal ini tergantung dari
sejauh mana kewenangan yang dimiliki pelaksana, ini menggambarkan bahwa
disposisi adalah suatu komitmen atau sikap yang ditunjukkan oleh pelaksana
kebijakan berkaitan bagaimana sikap dari pelaksana kebijakan dalam mendukung
suatu pelaksanaan kebijakan.
4.
Struktur Birokrasi
Suatu kebijakan seringkali melibatkan beberapa lembaga atau organisasi
dalam proses implementasinya, sehingga diperlukan koordinasi yang efektif antar
lembaga-lembaga terkait dalam mendukung keberhasilannya. Dapat diartikan bahwa
struktur birokasi merupakan standar operasional prosedur (SOP) yang memiliki
fungsi mengatur alur kegiatan program.
B. Konsep Aset
Desa
Pada Pasal 76 UU Nomor 6 Tahun 2014,
disebutkan bahwa aset desa bisa berupa tanah kas desa, tanah ulayat, pasar
desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan, pelelanga
hasil tani, hutan milik desa, mata air, permandian umum serta aset lainnya
milik desa. Aset desa merupakan barang yang dimiliki desa yag sumbernya berasal
dari kekayaan asli desa, baik itu yang dibeli ataupun yang didapatkan atas
beban APBN atau didapatkan dengan cara lain secara sah.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa aset
desa dapat berupa tanah kas desa, tanah ulayat, pasar desa, pasar hewan, tambatan
perahu, bangunan desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik
desa, mata air milik desa, permandian umum, dan aset lainnya milik desa. Aset
lainnya milik desa antara lain:
1. Kekayaan desa yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan
dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, serta anggaran pendapatan
dan belanja desa;
2. Kekayaan desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang
sejenis;
3. Kekayaan desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari
perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
4. Hasil kerja sama desa
5. Kekayaan desa yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Dengan
berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
maka penyelenggaraan keuangan dan aset desa di beberapa wilayah desa di
Indonesia harus mengikuti aturan
perundang-undagan yang berlaku. Dikeluarkannya Undang-Undang tersebut
melahirkan masalah baru di beberapa daerah, yang mana masalah tersebut yaitu
adanya daerah yang dasar kebudayaannya yang sudah mereka jaga sejak lama
mempunyai dari satu sistem kesatuan hukum masyarakat adat. Sehingga untuk
mencarikan soluasi dari masalah ini yaitu melakukan kesepatakan di antara
kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat misalnya pemilihan salah satu
diantara keduanya yang wajib diputuskan agar bisa diakui oleh pemerintah
sebagai desa atau dengan cara membagi urusan antara mereka..
Aset desa lainnya yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, yaitu kekayaan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah
berskala lokal desa yang ada di desa dapat dihibahkan kepemilikannya kepada
desa, kekayaan milik desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama
pemerintah desa, kekayaan milik desa yang telah diambil alih oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota dikembalikan kepada desa, kecuali yang sudah digunakan
untuk fasilitas umum, dan bangunan milik desa harus dilengkapi dengan bukti
status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.
Menurut Doli D Siregar (dikutip dalam Dewi Risnawati. 2017) bahwa: “Aset
desa merupakan suatu yang mempunyai nilai tukar, modal atau kekayaan. Dalam hal
ini, pengertian aset desa sama maknanya dengan konsep kekayaan. Aset desa sama
pengertiannya dengan kekayaan desa sebagai mana disebut dalam berbagai regulasi
pemerintah yang mengatur tentang desa, meskipun tidak terbatas pada kekayaan
yang bersifat fisik”.
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Pembangunan Desa menyebutkan bahwa keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban
desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang
yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Bab IV tentang kekuangan
dan kekayaan desa, Pasal 90 menyebutkan bahwa:
1.
Penyelenggaraan
kewenangan desa sesuai hak asal usul serta kewenangan lokal berskala desa yang
didanai oleh APB Desa
2.
Penyelenggaraan
kewenangan lokal desa selain didanail oleh anggaran pendapatan belanja desa, juga
bisa didanai oleh APBN serta APBD
3.
Penyelenggaraan
kewenangan desa yang ditugaskan dari pemerintah didanai oleh APBN
4.
Dana APBN yan
dialokasikan pada anggaran kementerian atau lembaga serta didistribusikan lewat
satuan kerja perangkat daerah kabupaten atau kota
5.
Penyelenggaraan
kewenangan desa yang ditugaskan pemerintah daerah di danai dari APBD
Keuangan
desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah
desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Keuangan desa dikelola
berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan
dengan tertib dan disiplin anggaran. Pengelolaan keuangan desa dikelola dalam
masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan
tanggal 31 Desember. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yag kemudian disingkat
APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa, dan
ditetapkan dengan peraturan desa. Bendahara adalah perangkat desa yang ditunjuk
oleh Kepala Desa untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan,
membayarkan dan mempertanggungjawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa
(Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa).
Menurut UU RI No. 6 tahun 2014 tentang desa, pendapatan
desa bersumber dari :
1.
PAD terdiri dari
hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong dan lain-lain
PAD
2.
Alokasi APBN
3.
Bagian dari hasil
pajak daerah dan retribsui daerah kabupaten atau kota
4.
ADD yang merupakan
bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten atau kota
5.
Bantuan keuangan
dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten
6.
Hibah serta
sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga
7.
Lain – lain
pendapatan desa yang sah
Pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan dari kebitaan yang terdiri
dari perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelapora, pertanggung jawaban
serta pengawasan keuangan desa, hal ini sesuai dengan yang tercantum pada
Permendagri Nomor 20 tahun 2018 tentag Pengelolaan Keuangan Desa. Disebutkan
pula bahwa kepala desa sebagai kepala pemerintah desa merupakan pemegang
keuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintaha desa dalam
kepemilikan kekayaan desa yang terpisahkan. Sebagai pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan desa, seorang kepala desa memiliki kewenangan yaitu:
1.
Menetapkan
kebijakan mengenai pelaksanaan anggaran pendapatan belanja desa
2.
Menetapkan kebijakan
mengenai pengelolaan barang desa
3.
Menetapkan
bendahara desa
4.
Menetapkan petugas
yang melakuka pemungutan penerimaan desa
5.
Menetapkan petugas
yang melaksanakan pengelolaan barag milik desa
Kepala Desa dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan
keuangan desa dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD).
PTPKD merupakan perangkat desa yang meliputi:
1.
Sekretaris Desa
(Sekdes)
2.
Perangkat Desa
lainnya
Tugas Sekretaris Desa adalah selaku Koordinator
pelaksaaan teknis dalam pengelolaan keuanga desa serta memiliki tanggung jawab
pada Kepala Desa, adapun tugasnya dalam pengelolaan, yaitu:
1.
Melaksanakan serta
melakukan penyusunan kebijakan pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Desa
2.
Menyusun dan
melaksanakan kebijakan pengelolaan barang desa
3.
Menyusun rancangan
peratura ndesa APBDesa, perubahan APBDesa serta pertagngung jawaban APBDesa
4.
Menyusun racangan
keputusan Kades tentang pelaksanaan Perdes tentag APBdes dan Perubahan APBDes.
Kepala desa menetapkan bendahara desa dengan Keputusan Kades.
C. Sistem
Pengelolaan Aplikasi Desa (SIPADES)
Pengelolaan
adalah proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan yang memberikan
pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan dan pencapaian
tujuan. (Depdikbud, 2008:534).
Untuk mewujudkan tujuan organisasi maka organisasi tidak
bisa bergerak sendiri, melainkan butuh orang lain untuk saling bekerja sama
dengan maksimal dan melakukan pengelolaan atau manajemen dengan baik. Manajemen
merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan SDM serta sumber-sumber
lainnya secara efektif dan efisien untuk mewujudkan tujuan yang telah
ditentukan. Dalam penataan organisasi, manajemen diistilahkan manajemen yang
artinya sama dengan mengelola atau pengelolaan yakni segala upaya secara
bersama untuk mendayagunakan segala sumber, baik sumber personal ataupun
material yang secara efektif serta efisien yang berguna untuk mendorong
tercapainya tujuan organisasi secara lebih baik (Yunus dan Nawawi, 2013:
123-124)
Menurut
Rohani (2010:2), pengelolaan sendiri artinya upaya untuk mengatur aktivitas
berdasarkan konsep dan prinsip yang lebih efektif, efisien dan produktif dengan
diawali penentuan strategi dan perencanaan. Sedangkan menurut Wijaya dan Rifa`I
(2016:15) manajemen merupakan proses memperoleh suatu tindakan dari orang lain
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Aktivitas manajerial itu dilakukan oleh
para manajer sehingga dapat mendorong sumber daya personil bekerja memanfaatkan
sumber daya lainnya sehingga tujuan organisai yang disepakati bersama dapat
tercapai.
Manajemen
dapat diartikan sebagai proses dalam merencanakan, mengorganisir, memimpin dan
mengendalikan upaya organisasi dengan semua aspek agar tujuan dari organisasi
bisa tercepai secara efisien dan efektif. Dalam proses manajemen terlihat
adanya keterlibatan fungsi – fungsi pokok yang dimunculkan oleh seorang manajer
atau pimpinan, yakni perencanaan, pengorgaisasian, pemimpin serta pengawasan
(Fattah, 2004:1).
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Pengelolaan Aset Desa, disebutkan bahwa Pengelolaan
Aset Desa merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan,
penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan,
pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan
dan pengendalian aset Desa.
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah proses atau suatu
rangkaian sebuah kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam arti
pengelolaan aset desa yang berarti ialah kepala desa beserta aparatur desa yang
dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai pada pengawasan
dengan memanfaatkan potensi yang ada demi tercapainya sebuah tujuan.
Ada
beberapa jenis aset desa meliputi kekayaan asli desa dan kekayaan milik desa
yang dibeli ataupun yang didapatkan dari beban Anggaran Pendapatan Belanja
Desa, kekayaan desa yang didapatkan dari hibah serta sumbagan ataupun yang
sejenis, kekayaan desa yang yang didapatkan sebagai pelaksanaan perjanjian atau
kontrak dan atau didapatkan sesuai ketentuan dari peraturan perundang-undangan,
hasil kerja sama desa dan kekayaan yang desa yang bersumber dari perolehan lain
yang sah (Permendagri Nomor 1 Tahun 2016).
Ada
beberapa macam kekayaan asli desa yaitu tanah kas desa, pasar desa, pasar
hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan yang dikelolah oleh
desa, pelelangan hasil pertanian, hutan milik desa, matar air milik desa,
permandian umum da lain – lain kekayaan asili desa.
Peraturan Mendagri Nomor 1 tahun 2016, disebutkan
beberapa rangkaian kegiatan dalam pengelolaan aset desa, yakni:
1.
Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu tahap dari kegiatan yang dilaksanakan secara
sistematis dalam merumuskan beberapa rincian dari kebutuhan barang milik desa.
2.
Pengadaan
Pengadaan merupaka suatu aktivitas yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan
barang dalam upaya atau sebagai pendukung penyelenggaraan pemerintahan desa
3.
Penggunaan
Penggunaan merupaka aktivitas kegiatan yang dilaksanaka oleh pengguna
barang dalam memakai aset desa yang sesuai dengan tugas dan fungsinya
4.
Pemanfaatan
Pemanfaatan merupakan mendayagunakan aset desa dengan cara tidak secara
langsung digunakan dalam upaya menyelenggaraka tugas pemerintah desa dan tidak
mengubah status kepemilikannya.
5.
Pengamanan
Pengamanan merupakan suatu cara atau proses perbuatan mengamankan aset desa
dalam bentuk fisik, hukum serta adminsitratif
6.
Pemeliharaan
Pemeliharaan merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan agar seluruh aset
desa selalu dalam kondisi baik dalam upaya menyelenggarakan pemerintahan desa
7.
Penghapusan
Penghapusan merupakan aktivitas kegiatan meniadakan atau menghapus aset
desa dari buku data inventaris sesuai dengan keputusan kepala desa untuk
membebaskan pengelolaan barang, pengguna barag dan atau kuasa pengguna barang
dari tanggung jawab adminsitrasi serta fisik atas barang yang ada dalam
kekuasaannya
8.
Pemindahtanganan
Pemindahtanganan merupaka kegiatan untuk melakukan pengalihan kepemilikan
aset desa
9.
Penatausahaan
Penatausahaan merupakan aktivitas kegiatan yang dilaksanakan terdiri dari
pembukuan, inventaris dan pelaporan aset desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undagan
10. Pelaporan
Pelaporan merupakan kegiatan menyajikan keterangan informasi yang berkaitan
dengan keadaan objektif aset desa
11. Penilaian
Penilaian merupakan rangkaian kegiatan dalam mengukur dengan berdasar pada
data atau fakta yang objektif dan relevan dengan memakai metode atau teknis
tertentu untuk mendapatkan nilai suatu aset desa
12. Pembinaan dan pengawasan
Melakukan pembinaan serta pengawasan pengelolaan aset desa yang dilakukan
oleh bupati yang mana dalam melakukan pembinaan dan pengawasan bupati
melimpahkan kepada camat.
Sesuai
dengan inti permasalahan mengenai aplikasi pengleolaan asset desa sehingga dari
sini penulis mengaitkan Sipades sesuai dengan fungsinya yaitu melakukan
penatausahaan. Menurut Mega Raharja (2015) yang mana sebelum
masuk dalam tahap pelaporan, pengelolaan aset desa seharusnya memilki
pembukuan, inventarisasi dan pelaporan. Dalam pembukuan ini dalam hal pelaporan
atau pertanggung jawaban ini selalu dibuat pada setiap kegiatan yang dilakukan.
Tata usaha yang sekarang ini kita laksanakan, kepala urusannya kan ada 3 (tiga),
ada kepala urusan pembangunan, kepala urusan umum, kepala urusan pemerintahan
penatausahaan pengelolaan aset desa terlebih dahulu dilakukan pembukuan dalam
proses pembukuan ini dilakukan terlebih dahulu perhitungan aset, lalu
pencatatan, setelah itu baru dilaporkan masuk dalam pembukuan. Setelah
pembukuan selesai barulah masuk dalam jurnal inventarisasi, dan terakhir
dilakukan pelaporan untuk menyusun laporan pertanggung jawaban.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Lokasi dan Jadwal Penelitian
Penelitian
dilakkukan pada Desa Tongke – Tongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai.
Sementara jadwal penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 April sampai dengan 6
Juni tahun 2020.
B.
Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan jenis deskriptif. Sementara metode penelitian yang
digunakan menggunakan pendeekatan kualitatif dengan penelitian yang menekankan
pada aspek memahami lebih mendalam terkait penelitian secara generalisasisai.
Teknik yang digunakan dalam penelitian secara kualitatif dianlisis secara
mendapat dengan cara mengkaji masalah secara khusus pada tiap persoalan yang
dibahas sebab metodologi kualitatif meyakini bahwa sifat pada suatu masalah
berbeda-beda sesuai dengan dari masalah lainnya.
Arikunto
(2000: 107) mendefenisikan bahwa: sumber
data penelitian merupakan subjek dari mana data itu diperoleh. Adapun sumber
data yang penulis gunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Data primer merupakan data yang diperoleh
setelah mengadakan serangkaian wawancara dan melihat langsung dengan informan yang banyak mengetahui tentang SIPADES di Desa
Tongke-Tongke.
2. Data sekunder merupakan data
yang diperoleh dari teknik pengumpulan data yang menunjang data primer. Dalam
penelitian ini diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan oleh penulis serta
dari studi pustaka. Dapat dikatakan data sekunder ini bisa berasal dari
dokumen-dokumen grafis seperti tabel, catatan, SMS, foto dan lain-lain.
C. Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data
dalam suatu penelitian. Pada penelitian kali ini peneliti memilih jenis
penelitian kualitatif maka data yang diperoleh haruslah mendalam, jelas dan
spesifik. Selanjutnya dijelaskan oleh Sugiyono (2009:225) bahwa: pengumpulan data dapat
diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan gabungan/triangulasi.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara
observasi, dokumentasi, dan wawancara.
1. Observasi
Dalam
penelitian ini, sesuai dengan objek penelitian maka, peneliti memilih observasi
partisipan. Observasi partisipan yaitu suatu teknik pengamatan dimana peneliti
ikut ambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diselidiki.
Observasi ini dilakukan dengan mengamati dan mencatat langsung terhadap objek
penelitian, yaitu dengan mengamati kegiatan-kegiatan aparat desa dalam SIPADES.
Sehingga peneliti dapat menentukan informan yang akan diteliti dan juga untuk
mengetahui jabatan, tugas/kegiatan, alamat, nomor telepon dari calon informan
sehingga mudah untuk mendapatkan informasi untuk kepentingan penelitian.
2. Wawancara.
Merupakan
kegiatan memberi beberapa pertanyaan kepada informan secara mendalam, ini
bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang kompleks, yang sebagian besar
berisi pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi. Untuk menghindari kehilangan informasi,
maka peneliti meminta ijin kepada informan untuk menggunakan alat perekam.
Sebelum dilangsungkan wawancara mendalam, peneliti menjelaskan atau memberikan
sekilas gambaran dan latar belakang secara ringkas dan jelas mengenai topik
penelitian.
3.
Dokumentasi
Beberapa fakta dari data yang tersimpan dalam bahan yang terbentuk
dokumentasi. Secara detai bahan dokumen terbagi menjadi beberapa macam
terdiridari arsip dari pemerintah ataupun dari swasta, foto-foto kegiatan, data
dari peragkat penyimpanan komputer, website dan lain sebagainya.
D. Informan
Pemilihan
informan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah berdasarkan pada asas
subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data yang memadai dan bersedia
memberikan informasi lengkap dan akurat. Informan yang bertindak sebagai sumber
data harus informasi harus memenuhi syarat tersebut, yang akan menjadi informan
narasumber pada penelitian ini yaitu
sesuai dengan informan kunci yang telah ditentukan,
sebagai berikut:
1.
Kades Tongke-Tongke
2.
Sekdes Tongke-Tongke
3.
Bendahara Desa Tongke-Tongke
E. Teknik Analis Data
Sesuai dengan pendapat Miles
dan Huberman (2007) bahwa analisis data merupakan teknik yang teknik yang
terdiri dari beberapa kegiatan bisa dilihat pada penjelasan berikut:
1.
Reduksi Data.
Reduksi data merupaka kegiatan merikas, mengkode,
melakukan penelusuruan terhadap tema, membuat atau melakukan pengelompokkan dan
menulis agenda. Pada penelitian ini hasil perolehan data selanjutnya dipilih,
diseleksi serta merangkum dan memfokuskan pada hal yang ada kaitannya dengan
penelitian.
2. Penyajian
data
Suatu
kegiatan penyusunan sekumpulan informasi dalam bentuk yang terorganisir yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dalam bentuk narasi atas
kategori atau pola tertentu dan penarikan tindakan. Dalam penelitian
kualitatif, penyajian data biasanya dilakukan dengan mendeskripsikan hasil
temuan dalam observasi di lapangan, dan wawancara terhadap informasi serta
menghadirkan dokumentasi sebagai penunjang.
3. Penarikan
Kesimpulan
Dalam tahap penelitian penarikan kesimpula, penulis melakukan dalam bentuk penarasian atau pengkategorian dan pola tertentu menurut pandangan informan secara terus menerus selama penelitian berlangsung. Selain itu secara teknis peneliti juga melakukan interprestasi yang merupakan kegiatan menafsirkan kategori atau pola tertentu berdasarkan sudut pandang informan yang telah disusun sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar